SKMHT Dibuat Oleh PPAT Atau Notaris?
Rich Ard,Penjelasan tentang aturan pembuatan skmht dibuat oleh notaris atau ppat
Kenotariatan.com - Surat Kuasa untuk Memberikan Hak Tanggungan (SKMHT) merupakan dokumen atau akta yang mengandung kuasa yang diberikan oleh pemilik tanah atau pemberi agunan kepada pihak lain yang bertindak sebagai penerima kuasa. Tugas penerima kuasa adalah untuk mewakili pemberi kuasa dalam memberikan Hak Tanggungan atas tanah milik pemberi kuasa kepada kreditor.
Berdasarkan penjelasan tersebut, segala bentuk kuasa yang diberikan oleh pemilik tanah kepada pihak lain untuk mewakilinya dalam memberikan jaminan Hak Tanggungan atas tanahnya termasuk dalam kategori SKMHT.
Pembuatan SKMHT harus mematuhi semua ketentuan yang ada dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setiap Notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang bertanggung jawab membuat SKMHT, atau PPAT yang membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) berdasarkan SKMHT, harus menaati ketentuan ini. Jika ditemukan bahwa SKMHT tidak dibuat sesuai dengan peraturan yang berlaku, Notaris atau PPAT tersebut harus menolak untuk membuat akta tersebut. Pelanggaran dalam pembuatan SKMHT dapat mengakibatkan akibat hukum yang serius bagi Notaris atau PPAT yang membuatnya.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah (UUHT) di Pasal 15 ayat 1 menyatakan bahwa
“Surat Kuasa untuk Membebankan Hak Tanggungan harus dibuat dalam bentuk akta otentik di hadapan Notaris atau PPAT”.
Hal ini menegaskan bahwa SKMHT harus dibuat sebagai akta autentik oleh Notaris atau PPAT yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Dengan demikian, SKMHT tidak bisa dibuat dalam bentuk surat atau akta yang dibuat di bawah tangan.
Lebih lanjut, Pasal 15 ayat 1 UUHT menentukan beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan akta SKMHT, yaitu:
- Akta tersebut tidak boleh memuat kuasa untuk melakukan tindakan hukum lain selain membebankan Hak Tanggungan;
- Akta tidak boleh memuat kuasa substitusi;
- Akta harus secara jelas mencantumkan objek Hak Tanggungan, jumlah utang, serta nama dan identitas kreditor, juga nama dan identitas debitor jika debitor bukan pemberi Hak Tanggungan.
Sehubungan dengan syarat yang ditentukan dalam Pasal 15 ayat 1 UUHT tersebut maka jelas bahwa di dalam SKMHT tidak boleh dicantumkan kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain misalnya di dalamnya ada pemberian kuasa dari Pemilik Tanah kepada Penerima Kuasa untuk menjual tanah tersebut seperti lazimnya yang terdapat dalam kuasa untuk menjual.
SKMHT juga tidak boleh memuat kuasa substitusi dalam arti didalamnya terdapat klausul yang memungkinkan Penerima Kuasa mensubstitusikan atau mengalihkan kuasanya kepada pihak lain.Tidak termasuk dalam pengertian substitusi tersebut jika penerima kuasa memberi kuasa kepada pihak lain dalam rangka penugasan untuk bertindak mewakilinya, misalnya Direksi Bank menugaskan pelaksanaan kuasa yang diterimanya kepada Kepala Cabangnya atau pihak lain.
Syarat terakhir yang ditentukan dalam Pasal 15 ayat 1 UUHT yang menentukan SKMHT harus mencantumkan secara jelas obyek Hak Tanggungan, jumlah utang dan nama serta identitas kreditornya, nama dan identitas debitor apabila debitor bukan pemberi Hak Tanggungan meruapakan syarat yang sangat penting untuk diperhatikan oleh Notarius atau PPAT.
Syarat ini menunjukan bahwa dalam pembuatan SKMHT harus jelas terlebih dahulu adanya hubungan utang piutang antara Debitor dengan Kreditor. Harus jelas tanah yang akan dibebani Hak Tangungan yang akan dipakai sebagai jaminan bagi pelunasan utang tersebut.
Syarat ini menurut saya mensyaratkan bahwa untuk pembuatan SKMHT sekurang-kurangnya harus telah ada perjanjian yang telah disepakati/ditandatangani oleh Debitor dan Kreditor berkaitan dengan utang piutang terbut. Hal ini untuk memberi perlindungan hukum kepada Pemberi Hak Tanggungan.
Sehubungan dengan apa yang saya uraikan diatas mari kita lihat beberapa pertanyaaan yang sering timbul dalam praktek pembuatan SKMHT sebagai berikut:
1. Apakah pihak selain Kreditor/Bank dapat menjadi penerima kuasa dalam pembuatan SKMHT?
Peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya UUHT tidak menentukan kepada siapa kuasa boleh atai tidak boleh dilakukan. Oleh karena itu menurut saya kuasa salam SKMHT dapat diberikan kepada pihak manapun juga yang memenuhi syarat untuk melakukan perbuatan hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Kuasa dapat diberikan kepada Bank seperti yang lazim dilakukan dalam praktek dan dapat pula diberikan kepada pihak lain (Non Bank).
2. Apakah SKMHT dapat dibuat berdasarkan surat/akta kuasa untuk menjaminkan yang telah diberikan oleh Pemilik Tanah kepada Penerima Kuasa?
Berkaitan dengan pertanyaan ini mari kita lihat isi Penjelasan pasal 15 ayat 1 UUHT yang menegaskan bahwa
Penjelasan Umum angka 7 UUHT mengemukakan pada asasnya pembebanan Hak tanggungan wajib dilakukan sendiri oleh pemberi Hak Tanggungan.
Hanya apabila benar-benar diperlukan, yaitu dalam hal pemberi Hak Tanggungan tidak dapat hadir dihadapan PPAT, diperkenankan penggunaan surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan.
Sejalan dengan itu, surat kuasa tersebut harus diberikan langsung oleh pemberi Hak Tanggungan dan harus memenuhi syarat persyaeratan mengenai muatannya sebagaimana ditetapkan dalam ayat ini.
Tidak dipenuhinya syarat ini mengakibatkan surat kuasa yang bersangkutan tidak dapat digunakan sebagai dasar pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan.
Jadi SKMHT harus ditandatangani sendiri oleh Pemberi Agunan/Pemilik Tanah. Ia harus hadir dihadapan Notaris atau PPAT untuk menandatangani SKMHT tersebut.
Sehubungan dengan pertanyaan tersebut maka jelas SKMHT saat ini sejak berlakunya UUHT tidak lagi dapat dibuat dengan menggunakan kuasa untuk menjaminkan atau kuasa lainnya.
3. Jika pemilik tanah lebih dari satu orang dan bertempat tinggal di wilayah yang berbeda, apakah mereka masing-masing dapat membuat SKMHT dengan akta yang berbeda?
Jika memang tanah yang akan dibebani Hak Tanggungan merupakan tanah bersama milik lebih dari satu orang yang bertempat tinggal di wilayah yang berbeda dan mereka tidak dapat hadir dalam satu wilayah untuk membuat SKMH yang bersangkutan maka mereka dapat datang ke Notaris ditempat tinggal masing-masing untuk membuat SKMHT tersebut.
Misalnya A tinggal di Surabaya dan B tinggal di Medan sementara tanahnya terletak di Jakarta maka A cukup datang dihadapan Notaris di Surabaya dan B datang dihadapan Notaris di Medan untuk membuat SKMHT berkaitan dengan kuasa yang akan mereka berikan.
Jadi dalam hal ini nantinya APHT dibuat berdasarkan dua buah SKMHT.