Makalah Kuasa Untuk Menjual Dalam Pembuatan Akta Jual Beli
Rich Ard,makalah tentang masalah pembuatan kuasa untuk menjual dalam pembuatan akta jual beli di Notaris/PPAT
Pendahuluan
Kenotariatan.com - Dalam praktik pembuatan akta jual beli, sering kali terjadi bahwa pihak penjual diwakili oleh perwakilan melalui pemberian Kuasa Untuk Menjual. Pemberian kuasa ini umumnya terjadi karena pihak penjual (pemilik tanah) tidak bisa menghadiri proses pembuatan akta secara langsung, dikarenakan berbagai alasan, seperti penjualan yang terjadi di luar kota atau keterbatasan untuk meninggalkan pekerjaan. Namun, dalam praktik, alasan pemberian kuasa berkembang sesuai dengan dinamika kebutuhan.
Salah satu situasi yang sering dihadapi adalah pemberian kuasa dalam konteks pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli, di mana pihak pembeli telah membayar lunas harga jual beli, tetapi proses jual beli belum bisa dilaksanakan.
Selain itu, Kuasa Untuk Menjual juga kerap diterbitkan dengan alasan bahwa tanah tersebut akan dijual kembali kepada pihak ketiga. Hal ini umumnya dilakukan oleh mereka yang berkecimpung dalam bisnis jual beli tanah atau oleh para makelar tanah untuk menghindari pembayaran pajak.
Meskipun alasan-alasan pembuatan akta ini bukan menjadi fokus utama pembahasan dalam tulisan ini, yang penting untuk diperhatikan oleh para Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam menerima pembuatan akta jual beli berdasarkan Kuasa Untuk Menjual.
Hal-hal yang harus diperhatikan Notaris/PPAT dalam pembuatan akta dengan menggunakan Kuasa Untuk Menjual
a. Bentuk Kuasa Untuk Menjual
Pasal 1796 KUHPerdata menentukan " Pemberian kuasa yang dirumuskan dalam kata-kata umum, hanya meliputi perbuatan-perbuatan pengurusan. Untuk memindahtangankan benda-benda … hanya dapat dilakukan oleh seorang pemilik diperlukan suatu pemberian kuasa dfengan kata-kata yang tegas."
Berdasarkan ketentuan pasal 1796 KUHPerdata tersebut, Kuasa untuk menjual haruslah diberikan dalam bentuk kuasa khusus dan menggunakan kata-kata yang bersifat tegas. Kuasa untuk menjual tidak boleh menggunakan kuasa umum.
Disamping itu kuasa untuk menjual haruslah sekurang-kurangnya diberikan dalam bentuk akta kuasa yang dilegalisai dihadapan notaris.Memang tidak ada ketentuan yang mengaturnya secara tegas, tapi dalam praktek kuasa untuk menjual dalam bentuk surat kuasa yang dibuat dibawah tangan sulit untuk diterima (bahkan tidak dapat dipergunakan karena menanggung risiko atas kebenarannya).
b. Masih berlakunya Kuasa yang bersangkutan pada saat pembuatan akta
Berakhirnya pemberian kuasa diatur dalam Pasal 1813, 1814 dan pasal 1816 KUHPerdata.
Pasal 1813 KUHPerdata menentukan ““Pemberian kuasa bewrakhir: dengan ditariknya kembali kuasanya si kuasa; dengan pemberitahuan penghentian kuasanya oleh si kuasa; dengan mewninggalnya, pengampuannya atau pailitnya si pemberi kuasa maupun si kuasa; …”
Pasal 1814 KUHPerdata menentukan “Sin pemberi kuasa dapat menarik kembali kuasanya manakala itu dikehendakinya, dan jika ada alasan untuk itu memaksa si kuasa untuk mengembalikan kuasa yang dipegangnya.”
Pasal 1816 KUHPerdata menentukan” Pengangkatan kuasa baru, untuk menjalankan suatu urusan yang sama, menyebabkan ditariknya kembali kuasa yang pertama, terhitung mulai diberitahukannya kepada orang yang belakangan ini tentang pengangkatan tersebut."
Berdasarkan ketentuan tersebut maka suatu pemberian kuasa dapat beralhir karena ditariknya kuasa tersebut oleh si pemberi kuasa atau berakhir dengan pembuatan suatu kuasa baru yang diikuti dengan pemberitahuan mengenai hal tersebut kepada penerima kuasa. Pemberian kuasa juga berakhir dengan meninggalnya si pemberi kuasa.
Pengecualian terhadap ketentuan mengenai berakhirnya kuasa biasanya dilakukan dengan mengenyampingkan ketentuan mengenai berakhirnya kuasa yang diatur dalam pasal 1813, 1814 dan 1816 KUHPerdata tersebut.
Kuasa yang berisikan klausul yang menyatakan kuasa tersebut tidak dapat dicabut kembali dan tidak berakhir oleh karena sebab-sebab apapun juga termasuk sebab-sebann yang diatur dalam pasal 1813, 1814 dan 1816 KUHPerdat disebut dengan “kuasa mutlak”.
Sesuai ketentuan yang tercantum dalam Pasal 39 PP No. 24 tahun 1997, sebelumnya diatur dalam Instruksi Mendagri No. 14 tahun 1982, kuasa untuk menjual tidak boleh diberikan dalam bentuk kuasa mutlak.
Sehubungan dengan hal tersebut oleh karena kuasa untuk menjual tidak boleh diberikan dalam bentuk kuasa mutlak maka untuk kuasa yang tidak berkaitan dengan adanya perjanjian pokok yang menjadi dasar pemberiannya, berlaku baginya ketentuan mengenai berakhirnya kuasa yang diatur dalam Pasal 1813, 1814 dan Pasal 1816 KUHPerdata. jadi kuasa untuk mernjual tersebut akan berakhir apabila:
Pemberi kuasa meninggal dunia;
Dicabut oleh Pemberi Kuasa;
Adanya kuasa yang baru, yang mengatur mengenai hal yang sama;
c. Larangan menggunakan Kuasa Mutlak dalam pembuatan akta jual beli
Pasal 39 ayat (1) huruf d PP No. 24 tahun 1997 menentukan bahwa PPAT menolak pembuatan akta, jika salah satu pihak atau para pihak bertindak atas dasar suatu surat kuasa mutlak yang pada hakikatnya berisikan perbuatan hukum pemindahan hak.
Larangan penggunaan surat kusa mutlak sebelumnya diatur di dalam Instruksi Mendagri no. 14 tahun 1982.
Apa yang dimaksud dengan surat kuasa mutlak?
Intruksi Mendagri tersebut menyatakan “Kuasa Mutlak yang dimaksud dalam Diktum Pertama adalah …kuasa yang didalamnya mengandung unsur tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa… Kuasa Mutlak yang pada hakekatnya merupakan pemindahan hak atas tanah adalah Kuasa Mutlak yang memberikan kewenangan kepada penerima kuasa untuk menguasai dan menggunakan tanahnya serta melakukan segala perbuatan hukum yang menurut hukum dapat dilakukan oleh pemegang haknya.”
Selanjutnya Penjelasan Pasal 39 ayat 1 PP No. 24 tahun 1997 menyatakan bahwa “…surat kuasa mutlak adalah pemberian kuasa yang tidak dapat ditarik kembali oleh pihak yang memberi kuasa, sehingga pada hakekatanya merupakan perbuatan hukum pemindahan hak.
Jadi pada hakekatnya kuasa mutlak adalah pemberian kuasa yang tidak dapat ditarik kembali oleh pihak yang memberi kuasa. Juga termasuk dalam pengertian kuasa mutlak adalah kuasa yang memberikan kewenangan kepada penerima kuasa untuk menguasai dan menggunakan tanahnya serta melakukan segala perbuatan hukum yang pada prinsipnya hanya dapat dilakukan oleh seorang pemegang hak atas tanah.
Kuasa mutlak yang tidak termasuk dalam larangan tersebut
Walaupun pada prinsipnya penggunaan kuasa mutlak dilarang untuk digunakan dalam pembuatan akta-akta pemindahan hak (akta jual beli dll), namun ada juga kuasa mutlak yang diperbolehkan dalam arti tidak termasuk dalam larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 PP No. 24 tahun 1997 maupun Instruksi Mendagri no. 14 tahun 1982.
Yang tidak termasuk dalam larangan tersebut adalah kuasa-kuasa yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan atau merupakan satu kesatuan dari suatu perjanian (integrerend deel) yang mempunyai alas hukum yang sah atau kuasa yang diberikan untuki kepentingan penerima kuasa agar penerima kuasa tanpa bantuan pemberi kuasa dapat menjalankan hak-haknya untuk kepentingan dirinya sendiri.(Lihat hal 6 , Dr. Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, Cetakan Kedua, PT.Citra Aditya Bakti,Bandung,2008)
Termasuk dalam pengecualian tersebut misalnya pemberian kuasa menjual untuk melaksanakan jual beli yang telah diatur di dalam suatu Pengikatan Jual Beli atau Perjanjian Kerjasama Untuk Membangun Proyek Perumahan.
d. Pembuatan PPJB dan Kuasa Untuk Menjual untuk kepentingan para investor/calo tanah
Di dalam praktek banyak terjadi pembuatan akta dilakukan untuk memenuhi permintaan para investor.
Hal ini terjadi misalnya pada saat Investor ybs membeli tanah maka akan dibuat PPJB (lunas) dan Kuasa Untuk Menjual (ada klausul dibolehkan juga untuk menjual kepada pihak lain yang ditentukan penerima kuasa).Pada saat pelaksanaan jual beli maka jual beli akan dilakukan antara Investor ybs dengan Pihak Ketiga sebagai pembeli.
Untuk menghindari larangan oleh pihak BPN maka jual beli akan dilaksanakan di PPAT lain (bukan PPAT yang sama dengan PPAT yang membuat PPJB dan Kuasa Untuk Nenjual selaku notaris). Sebelum melaksanakan jual beli ybs biasanya PPJB yang telah dibuat dibatalkan terlebih dahulu. Pembatalan tersebut biasanya bertujuan agar Kuasa Untuk menjual tersebut menjadi kuasa yang berdiri sendiri sehingga penjualan tanah tersebut dapat dilakukan langsung dari Pemilik tanah awal kepada pihak ketiga dimama pemilik tanah diwakili oleh Investor.
Dalam hal ini sering tidak disadari apakah kuasa tersebut masih berlaku atau tidak. Karena dengan dilakukannya pembatalaan PPJB ybs berarti Kuasa tersebut yang semula merupakan kuasa yang bersifat mutlak menjadi kuasa yang berakhir karena sebab-sebab yang diatur dalam pasal 1813, 1814 dan 1816 KUHPerdata.
e. Pelaksanaan Praktek Notaris-PPAT
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan, penulis mencatat bahwa masih terdapat beberapa Notaris-PPAT yang belum sepenuhnya memperhatikan aspek-aspek penting yang telah diuraikan sebelumnya.
Salah satu implikasi dari kurangnya perhatian ini adalah munculnya risiko di mana pada saat akta jual beli disusun, ternyata pemberi kuasa telah meninggal dunia. Dalam keadaan seperti ini, akta jual beli yang bersangkutan akan dinyatakan batal demi hukum. Hal ini bukan sekadar spekulasi; kasus serupa pernah dibahas oleh seorang rekan PPAT kepada penulis dan juga telah menjadi topik dalam Milis Ikatan Notaris Indonesia.
Dalam praktik, PPAT biasanya hanya memperhatikan validitas waktu pemberian kuasa, yaitu apakah kuasa tersebut diberikan dalam kurun waktu yang tidak melebihi satu tahun, sesuai dengan ketentuan yang diperbolehkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Pendekatan ini menimbulkan risiko yang signifikan.
Meskipun kuasa tersebut belum melewati batas satu tahun, kita tetap harus melakukan penelitian lebih lanjut untuk memastikan apakah kuasa tersebut masih berlaku. Langkah ini penting untuk menghindari permasalahan hukum terkait dengan pembuatan akta yang kita lakukan.
Demikian, semoga informasi ini bermanfaat bagi rekan-rekan semua.
Alwesius, SH,MKn.